Karya : Muko Lita Yulis Prisesa
Di
suatu wilayah yang bernama Fons Mirabilia, terdapat berbagai bangsa yang
menghuni benua tersebut. Di wilayah tersebut, terdapat 4 bangsa yang
menguasainya, antara lain yaitu Elvar, Elf, Draeg, dan Manusia. Manusia
hanyalah bangsa yang memiliki status sebagai pendatang, namun telah banyak
sebagian dari benua tersebut yang telah menjadi wilayah milik bangsa Manusia.
Elvar dan Draeg adalah penduduk asli benua Fons Mirabilia, sedangkan Elf adalah
sebutan untuk keturunan bangsa Elvar yang melanggar aturan untuk menikahi
Manusia. Elf lebih cenderung dibenci oleh sebagian bangsa Elvar.
Suatu
hari, lahirlah 4 bayi dengan bangsa dan tempat yang berbeda. Keempatnya adalah
Elvar, Elf, Draeg, dan Manusia. seiring berjalannya waktu, akhirnya mereka
dipertemukan saat umurnya menginjak 18 tahun. Mereka bertemu di sebuah padang
rumput penuh bunga di perbatasan bangsanya. Disana mereka dipertemukan saat
tanpa sadar keempatnya bersamaan berteduh di bawah pohon dengan sisi yang berbeda.
Mereka tanpa sadar menggenggam tangan satu sama lain yang seketika membuat
mereka terkejut.
Disana
terdapat seorang pemuda dan tiga orang gadis. Pemuda Elvar tersebut bernama
Felix Leo. Tubuhnya gagah dengan rambut peraknya yang bergelombang dengan wajahnya
yang rupawan dengan mata birunya yang berkilau. Gadis pertama yang berstatus
Elf itu bernama Chelonia Mydas. Rambutnya yang berwarna coklat keemasan yang
lembut bagai sutra dengan mata ambernya yang berkaca-kaca. Gadis kedua yang
berstatus Draeg itu bernama Mimosa Invisa. Rambutnya yang melengkung bagai
ombak berpadu dengan mata violetnya yang memandang tajam membuatnya semakin
mempesona dengan tubuh kecilnya. Sedangkan gadis terakhir yang berstatus
Manusia itu bernama Oryza Sativa. Rambutnya yang menyatu dengan telinga
menyerupai kucing di atas kepalanya dengan warna lavender gelap membuatnya
semakin anggun dengan pakaian kimononya yang menggambarkan kesederhanaan.
Mereka
saling berhadapan dan saling ingin mengenali satu sama lain. Banyak sekali hal-hal
yang menjadi pertanyaan di antara mereka berempat. Sebelum keingintahuannya
semakin menumpuk, Oryza memulai pembicaraan mereka, “Ngomong-ngomong, aku ingin
menanyakan sesuatu pada kalian. Kalau boleh tahu, mengapa telinga Felix dan
Mimosa lebih runcing ketimbang milik Chelonia?” tanyanya. Karena sudah
mendapatkan pengajaran dari orang tuanya, Felix langsung menjawab, “Oh, itu.
Karena kamilah yang termasuk penghuni asli benua ini. Tidak sepertimu dan
Chelonia, kalian adalah pendatang baru di sini. Namun bangsaku paling membenci
Elf sepertimu, Chelonia.” Jawab Felix dengan suara sombongnya.
“Hei,
kalian para Elvar! Jangan seenaknya merendahkan bangsa kami! Lagipula, kami
juga dulunya sebangsa dan sekerabat dengan kalian juga kan!” protes Chelonia dengan
suaranya yang lantang. “Sudahlah, Chelonia. Jangan sampai kau terbawa emosimu
sendiri! Sebaiknya kau tenangkan dulu pikiranmu.” Ucap Oryza sambil memberinya
air minum untuk meredakan amarahnya. Mimosa yang tadinya membisu hanya menyimak
saja mulai berbicara sekarang, “Ngomong-ngomong, Oryza. Mengapa kau memiliki
keistimewaan dengan telingamu yang menyerupai kucing? Padahal kau tahu sendiri
bahwa dirimu itu hanyalah sebatas manusia.”.
Oryza menjawabnya dengan pelan seakan ingin
menyembunyikan sesuatu pada orang lain selain mereka. “Sebenarnya, ini adalah
kutukan seorang Magus dari bangsa Elvar padaku.” Ujarnya. “HAH!? KUTUKAN!?”
seru mereka setelah mendengarkan apa yang dikatakan oleh Oryza. “Ssstt…! Jangan
merkata keras! Nanti akan ada banyak orang yang mencurigai kita. Biar
kulanjutkan, Magus tersebut dahulunya adalah pemilik dari kalung yang
bergambarkan ukiran singa ini. Karena rasa ingin tahunya yang berlebih, ibuku
sampai ingin mencurinya dan mengalungkannya padaku. Saat itulah tubuhku berubah
menjadi setengah kucing dan setengah manusia seperti ini. Namun, kabar baiknya
aku mendapatkan sebagian kekuatan yang bilamana kekuatan tersebut telah
maksimum, aku dapat mengubah diriku menjadi siluman kucing seutuhnya yang dapat
kugerakkan sesukaku.” Jelasnya kepada tiga sahabatnya.
Setelah
mengetahui kisah tersebut, Felix mendapatkan ide baru yang terlintas di
benaknya, “Teman-teman, bagaimana jika kita membuat sebuah adu nyali untuk
pergi ke sebuah hutan yang bernama Arteon Forest itu? Mungkin saja bisa membuat
pengalaman yang berharga untuk kita semua.”. “Baiklah, kami setuju!” seru
mereka menjawab ajakan Felix. Sebagai Elvar, tentunya dia akan memberikan 2
komodonya sebagai tunggangan teman-temannya. Sesuai dengan kesepakatan, mereka
akan bertemu di padang bunga tersebut pada saat esok lusa.
Hari
yang ditentukan pun tiba. Mereka bergegas ke padang bunga untuk berkumpul.
Disana sudah berdiri seorang Elvar dengan menuntun 2 komodonya, tak salah lagi
bila dia adalah Felix. Oryza menyapanya dengan wajah kurang memuaskan, “Hai,
Felix. Kenapa kau membawa dua Komodo ini? Lagipula siapa yang menginginkan
membawanya? Aku tak bisa mengendalikan binatang ini dengan tanganku sendiri.”
Katanya. “Tenang, aku dan Mimosa yang akan mengendalikannya. Kalian berdua tinggal
menunggangi di belakang kami saja.” Jawab Felix menjelaskan.
Felix
menunggangi Komodo bersama Oryza, sedangkan Mimosa menunggangi Komodo lainnya
bersama Chelonia. Setelah sampai di sebuah pelataran, mereka memulai menyiapkan
dua buah tenda besar untuk mereka tempati saat beristirahat. Setelah semuanya
telah siap, mereka beristirahat malamnya di dekat api unggun dan dua komodonya
yang diistirahatkan di sebelah tenda masing-masing. Mereka memakan sebagian
perbekalannya dan menyisakan sebagian lainnya untuk besok.
Sebagai
seorang Elf, Chelonia terbiasa mengetahui kejadian kedepannya melalui mimpi,
namun hal itu tak berlaku pada kejadian saat mereka berempat bertemu. Saat dia
sedang melamun, Mimosa berusaha menyadarkannya, “Hei, Chelonia! Mengapa kau melamun
dari tadi? Aku sempat mengkhawatirkan dirimu bila terjadi apa apa.” Keluhnya. “Ahh,
nggak apa kok. Aku cuma memikirkan sedikit tentang waktu kemarin lusa. Entah
kenapa waktu itu aku tak dapat memerkirakan akan bertemunya kita.” Jelasnya
kepada Mimosa.
“Ya
sudah, kalau begitu. Kita langsung istirahat saja agar esok bisa bangun pagi.”
Ujar Mimosa sambil mengingatkan Chelonia. Mereka pun tidur di tenda yang sama
dengan lelapnya. Chelonia mulai terhanyut dalam mimpinya. Dia melihat akan
adanya kabut hitam yang akan menyergap mereka berempat di Arteon Forest. Selain
kabut hitam, terdapat makhluk misterius bercakar yang siap memusnahkan mereka.
Tak lupa Chelonia melihat sesosok perempuan dengan rambut pendek melengkung
berwarna biru dengan wajah yang samar. Saat itulah Chelonia bangun dari
tidurnya dengan suara jeritannya yang mengejutkan teman-temannya.
Dengan
cekatan, Felix segera menghampirinya untuk melihat keadaannya. Felix
kebingungan saat mendapati Chelonia dengan keadaan yang baik-baik saja, “Ada
apa? Kenapa kau bangun dengan suara seperti itu?” tanyanya. “Ehh, nggak apa
kok. Aku hanya telah bermimpi buruk saja, akan ada terror yang akan menimpa
kita di sini.” Jelasnya. “Ahh, kau ini. Kau seharusnya justru menginginkan
sebaliknya. Berdoalah saja agar tak ada yang menimpa kita nanti. Walau begitu,
hutan ini juga aman kok, kata orang.” Katanya. Felix pun membantu Chelonia
untuk bergabung bersama teman-temannya di sekeliling api unggun.
Mimosa
merasa tidak enak saat melihat kejadian itu. Rupanya ia mulai merasakan
kecemburuan kepada sahabatnya sendiri. Mimosa pun meminta izin untuk pergi ke
dalam hutan agar dapat berburu kelinci yang dijadikannya santapan. Namun itu
hanya untuk alasan semata agar ia bisa menjauhi temannya itu. Ia pergi untuk
bertemu dengan seseorang yang misterius. Namun di antara semak-semak di sekitarnya,
terdapat Chelonia yang sedang memata-matai mereka berdua. Rupanya mereka ingin
merencanakan untuk meneror mereka tepat seperti di mimpinya.
Chelonia
pun dengan tergesa-gesa menuju pelataran tempat dimana teman-temannya berada.
Dia pun terperosok ke dalam sungai dan terhanyut di aliran tersebut. Untung
saja ada Oryza yang menemukannya tak jauh dari lokasi itu. Oryza tak segan
untuk melempar busurnya hanya untuk menyelamatkan sahabatnya itu. Setelah dia
menyelamatkan Chelonia, ia langsung mencari busur kesayangannya tersebut
menggunakan penciumannya yang kuat. Chelonia bahkan kagum dengan keahliannya
tersebut.
Di
perjalanan pulang menuju pelataran, mereka sempat berbicara. Chelonia mulai
memuji Oryza atas kecepatan, kelincahan, dan kelebihan dalam menemukan sesuatu,
“Wah, kamu hebat banget ya bisa seperti tadi itu, bahkan kau mencari tidak
sampai setengah menit. Kamu belajar darimana?” ucapnya. “Ehh, nggak seperti itu
juga, kok. Ini semua berkat pertolongan dari kutukan ini. Berkat kutukan ini
aku mendapatkan kelebihan khusus. Apa kau sudah lupa saat aku menjelaskan?”
jelasnya sambil mendekati sebuah pohon besar. Tampaknya Chelonia mulai
kebingungan saat melihat Oryza yang seketika dapat menembus memasuki pohon
tersebut.
“Hei,
Oryza! Kau berada dimana? Aku takut bila kau menghilang meninggalkanku begitu
saja.” Cemasnya. Oryza muncul dari dalam pohon dengan tertawa tak tertahankan,
“Hahahaha, maaf sudah mencemaskanmu. Aku sengaja menyiapkan pohon sihir milikku
ini tepat berada di dekat pelataran kita untuk berjaga-jaga. Ayo, masuklah
sebentar. Biar kuperlihatkan sesuatu di dalamnya.” Ajaknya. Mereka pun masuk ke
dalam pohon tersebut sambil tertawa bersama.
Di
dalam pohon tersebut, terdapat ruangan yang luas dengan berbagai perabotannya
persis seperti kamar sendiri. Chelonia tak menduga bahwa Oryza memiliki tempat
seperti ini. Ia sungguh sangat menikmati ruangan tersebut, hingga tak sadar
melupakan sahabatnya, “Chelonia, apakah kau sudah siap untuk kembali ke
pelataran? Tampaknya Felix dan Mimosa sudah menunggu.” Ujarnya. Chelonia pun
mengangguk dan mulai meninggalkan pohon tersebut bersama Oryza.
Malam
harinya, mereka menyantap hasil berburunya masing-masing dengan lahapnya.
Setelah menyantap makanan, entah mengapa Mimosa ingin sekali meminta izin untuk
pergi ke dalam hutan. Felix menyetujuinya jika ia juga ikut ke hutan untuk
menjaga Mimosa, namun dia menolak persetujuan Felix dan langsung kabur ke dalam
hutan dengan menjatuhkan kalung berisikan ukiran yang terdapat rune air sungai
Raven. “Gawat! Rupanya ia ingin menjebak kita dengan makhluk keji itu!”
Teriaknya. Tak lama kemudian, kabut hitam pun menyergap mereka. Sekelompok
Alicrus berusaha menusuk mereka dengan tanduknya. Alicrus adalah hewan
bertanduk dan bersayap seperti Alicorn yang mengabdi pada kegelapan. Alicorn
hanya dapat dipanggil dan diutus oleh Alicromagus yang sudah meletakkan rune
air sungai Raven di tempat target. Ia akan menyerang tanpa memandang kawan
ataupun lawan. Meskipun mereka muncul hanya tiga-empat ekor, namun mereka sulit
untuk dimusnahkan. Mereka dapat dimusnahkan hanya dengan memotong tanduknya
yang kuat tersebut.
Mereka
bertiga menyiapkan senjata masing-masing. Felix terlatih sebagai pengguna pisau
handal yang mematikan. Chelonia terbiasa menggunakan pedangnya untuk melenyapkan
musuh. Sedangkan Oryza selalu menggunakan busur kesayangannya untuk berburu
maupun bertarung. Mereka berusaha mempertahankan diri masing-masing. Nampaknya
Oryza tak sadar meretakkan rune air sungai tersebut saat berjalan mundur.
Alicrus tersebut pun perlahan berubah hingga menjadi Alicorn yang normal.
Mereka berterimakasih pada mereka bertiga yang telah membebaskannya dari
kutukan Alicromagus. Sebelum mereka pergi ke dunia mereka, tak lupa salah satu
pemimpinnya tersebut memberikan suatu benda yang berfungsi untuk memanggilnya
dan anak buahnya. Mereka pergi tanpa meninggalkan jejak, namun dua Komodo yang
ia bawa mati sia-sia karena kejadian tersebut.
Mimosa
yang melihat kejadian tersebut mulai emosi dengan rencananya yang gagal total
karena Oryza yang meretakkan rune yang ia buat. Ia pun kembali dengan wajah
cemas seakan menyesali adanya terror tadi. Namun, Felix malah menyambutnya
dengan rasa kesal terhadap Mimosa yang menjadi dalang dalam semua ini, “Hei,
Mimosa! Kau sengaja kan menjatuhkan rune air sungai ini di depan kami! Mengapa
kau tega melakukan ini semua terhadap kami!?” hertaknya. “Ma-maafkan aku,
teman-teman. Aku tak berniat menyakiti kalian. Sebenarnya aku cemburu terhadap
kejadian tadi pagi saat kau membawa Chelonia keluar dari tendanya. Ternyata
kelakuanku selama ini telah diluar batas.” Ucapnya.
Saat
melihat temannya memberikan senyuman pada Chelonia, akhirnya ia memutuskan,
“Baiklah, Mimosa. Kami setuju untuk memberimu kesempatan untuk saat ini. Lain
kali, pikirkan dulu saat ingin melakukan sesuatu. Jangan sampai hal yang kau
perbuat dapat melukai seseorang seperti kejadian ini.”. mereka pun istirahat
dengan tenang di tenda masing-masing dan melupakan kejadian semalam. Esoknya,
mereka bersiap untuk meninggalkan pelataran dan kembali pulang ke desa
masing-masing. Mereka kebingungan saat mengingat akan kedua Komodo
tunggangannya yang mati tersebut.
Terpaksa,
mereka harus merepotkan empat Alicorn yang semalam telah diselamatkannya.
Mereka memanggil keempatnya untuk mengantarkan ke desa masing- masing. Mereka
berpisah dengan meninggalkan tetesan air mata bahagia walaupun mereka dapat
berkumpul kembali. Di desa masing-masing, mereka disambut dengan meriah karena
membawa Alicorn langka yang berasal dari salah satu pasukan bangsa Alicornus.
Mereka hampir tak menyadari bahwa mereka sungguh makhluk yang istimewa di mata
orang.
Amanat: janganlah mengkhianati teman maupun
sahabat sendiri apapun alasannya. Anggaplah sahabatmu itu sebagai saudaramu
sendiri yang selalu setia mendampingi dirimu, karena dengan itu, persahabatan
dapat terjalin dengan baik.
No comments:
Post a Comment